Rabu, 11 April 2018

Pertentangan Sekularisme dan Kehidupan Beragama




Sekularisme memiliki definisi sebuah  ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan tertentu. Sekularisme juga memiliki definisi bahwa setiap aktivitas dan penentuan manusia, terutama pada hal yang berhubungan dengan politik harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti realitas, bukti konkret dan fakta, dan menolak agama dan kepercayaan sebagai pengaruh berbagai hal tersebut. Sekularisme yang mendoktrinkan pemisahan aspek agama dari kehidupan dan politik untuk dijadikan sebuah pondasi berdirinya negara.

Dalam hal ini seorang pemimpin tidak boleh memihak satu agama, harus terbuka, dan pengaturan berbagai kepentingan rakyat tidak berpatokan dengan ideologi yang dibawah agama. Jika dilihat dari sudut pandang agama, sekularisme memberikan sebuah pengaruh yang buruk dengan menjadikan individu tidak memiliki rasa peduli dan cenderung meremehkan segala hal yang berbau agama. Sekularisme membuat masyarakat yang meganutnya selalu menganggap enteng simbol-simbol agama, bahkan mereka menilai jika ada orang yang religius atau mengagungkan simbol-simbol agama sebagai orang yang terlalu fanatik bahkan lebih parah lagi dianggap radikal.

Dampak buruk dari berkembangannya sekularisme sebagai landasan, dapat membuat paham liberalisme juga semakin berkembang dan tumbuh subur di masyarakat. Kebebasan lebih disakralkan, dianggap sebuah ekspresi, dan hak asasi manusia sehingga penghinaan simbol-simbol agama dianggap benar dan tidak menyalahi aturan. Sekularisme juga dapat mempengaruhi hal lain seperti toleransi, pluralisme, sinkretisme, dan terkadang perlahan masuk pada agama tersebut. Pada  hal toleransi, toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati keberagaman beragam. Namun jika dipahami dengan pengaruh sekularisme maka akan berbeda artinya, lebih meluas dan keluar batas dari arti toleransi itu sendiri. Seperti ada agama yang merayakan hari rayanya namun satu kelompok agama lain ikut bergabung dan merayakannya pula, padahal cukup dengan menghormati dengan tidak mengusik perayaannya saja maka itu bisa disebut toleransi.

Contoh kedua adalah sekuralisme yang masuk dalam agama. Pada agama islam ada kewajiban untuk menutup aurat bagi muslimah secara syariah. Namun ada orang yang menolak menutup aurat meskipun dirinya muslimah. Mereka selalu beranggapan bahwa yang didahulukan adalah sifat dan perbuatan dibanding menutup aurat, tidak jarang mereka memandang bahwa muslimah yang berpakaian syariah adalah bentuk kefanatikan, mengikuti aliran tertentu, dan yang paling buruk dianggap sebuah kemunafikan padahal mereka yang berpakain syariah hanyalah menjalankan perintah agama saja tanpa ada alasan lain.

Sekularisme mengharuskan negara benar-benar netral sepenuhnya. Negara yang sekular kecil kemungkinan melindungi bahkan mustahil untuk melindungi agama maupun kepercayaan religius lainnya. Ketidakadilan dirasakan oleh mereka yang beragama. Kerap terjadi diskriminasi dan intimidasi oleh pemeluk agama. Jika memang ada hukum yang berkewajiban melindungi agama pada negara sekuler maka itu hanyalah sebuah alat untuk mencegah isu HAM, konflik, dan anarkisme. Bahkan tidak mungkin ada desakan dari pihak lain yang lebih kuat pengaruhnya. Jadi tidak benar-benar murni atas nama ketidakadilan.

Simbol-simbol dari kepercayaan atau agama akan terus mengalami penghinaan dan ketidakadilan jika sekularisme terus berkembang pesat dan dijalankan sepenuhnya. Sekularisme sering dianggap arogan. Pada filsafat politik seperti Marxisme mengemukakan bahwa pengaruh agama didalam kehidupan bermasyarakat, sistem sosial, dan negara adalah sebuah hal negatif sehingga kebebasan untuk beribadah dihalangi dan dibatasi serta kegiatan tempat-tempat ibadah seperti masjid, geraja dan tempat ibadah lain diawasi untuk tidak menimbulkan kecurigaan yang sebenarnya tidak beralasan karena bagi mereka yang menjalankan kepercayaannya bahwa itu sangat menganggu dan mengekang. Semua itu dapat kita temukan pada negara RRC, Prancis, Slovakia, AS, Samoa, Kanada, dan banyak yang lainnya dan rata-rata dari benua Eropa dan negara-negara Pasifik.

Negara yang tidak sekuler juga tidak menjamin terbebas dari sekularisme. Sekularisme juga dapat mempengaruhi melalui pemikiran masyarakatnya. Pengaruh kuat sekularisme bisa berasal dari media serta edukasi.  Hal ini dapat menganggu stabilitas negara. Secara perlahan-lahan sekularisme masuk pada hukum pada negara melalui aparatur negara yang membuat hukum tersebut. Secara tidak sadar sekularisme akan berpengaruh pada sistem bernegara. Untuk menghindari masuknya sekularisme perlu adanya pengawasan yang intensif berdasarkan dasar negara yang telah ada. Perlu pengakajian dan mempertimbangkan situasi dan keadaan dalam membuat sistem dan hukum negara.

Agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat terutama politik. Setiap agama pasti terdapat aspek-aspek dan hukum yang juga mengatur politik. Agama adalah sesuatu yang pasti melekat dan tidak bisa dihilangkan begitu saja. Tanpa agama maka tidak akan ada moral dan etika dalam berpolitik. Banyak orang sekularisme sering berspekulasi salah contohnya dalam kehidupan berenegara di Indonesia. Contohnya ada seorang politikus yang menolak agama dalam politik dengan berkata, “Jangan bawa-bawa agama dalam politik” sebenarnya hal ini terbalik dengan para politikus saat menarik dukungan masyarakat (kampanye) mereka selalu berkunjung ke ulama-ulama, mengadakan pengajian dan sebagainya namun setelah terpilih mereka justru menolak mencampur adukan agama. Sikap ini bisa dikatakan sebagai pencitraan kaum sekuler.

Penolakan agama dalam politik sering sekali kita dengar saat ini di negara kita. Kaum sekuler selalu menolak agama dengan alasan kehidupan berbhineka. Padahal ideologi kita Bhineka Tunggal Ika, terdapat sila pertama sebagai simbol kehidupan agama dalam bermasyarakat. Negara-negara yang menganut sistem agama juga sering dipermasalahkan oleh kaum sekuler seperti Arab Saudi, Brunei Darusalam, Vatikan, Swedia, dan lainnya. Kaum sekuler menganggap negara-negara tersebut menyalahi aturan dalam sebuah pemerintahan bahkan terkadang isu HAM digunakan untuk menyerang kesetabilan negara-negara tersebut. Berbanding terbalik dengan tuduhan mereka, negara-negara yang menganut sistem pemerintahan agama selalu terlihat tentram, aman, dan makmur.




0 Comments

Posting Komentar