Bagian 1: Cinta yang Kandaskan Janji
Dalam ketenangan malam yang penuh bintang, Fadli dan Silvia duduk di bawah pohon besar, berbagi cerita dan tawa. Hubungan mereka yang telah berjalan selama tiga tahun terasa begitu kuat dan penuh cinta. Mereka bermimpi tentang masa depan bersama, merancang rencana untuk menempuh jenjang yang lebih serius. Menanam sebuah asa untuk bisa terus bersama hingga tua. Namun, mimpi itu kandas ketika Silvia memberitahu Fadli bahwa dia dijodohkan oleh orang tuanya.
"Fadli, ada yang harus aku katakan," kata Silvia dengan suara lembut tapi serius.
"Ada apa, Sil? Kamu terlihat khawatir," tanya Fadli, merasakan ketegangan dalam suara Silvia.
"Aku... aku dijodohkan oleh orang tuaku. Mereka memaksaku untuk menikah dengan pria pilihan mereka," ungkap Silvia, menundukkan kepalanya.
"Apa? Kenapa kau setuju, Silvia? Kenapa kau tidak menolak?" tanya Fadli dengan nada putus asa.
Silvia menghela napas panjang. "Fadli, aku merasa lelah menunggu. Aku butuh kejelasan, dan orang tuaku terus mendesakku. Aku tidak punya pilihan lain."
Fadli terdiam, hatinya hancur mendengar keputusan Silvia. Selama ini, ia yakin bahwa cinta mereka cukup kuat untuk mengatasi segala rintangan. Namun, kenyataan berkata lain. Silvia memilih untuk menyetujui perjodohan tersebut, dan Fadli merasa dikhianati. Segala janji manis dan harapan yang telah mereka bangun bersama hancur dalam sekejap.
Bagian 2: Merelakan dan Mencari Jalan Baru
Dengan hati yang berat, Fadli merelakan Silvia. Ia tahu bahwa mempertahankan hubungan ini hanya akan melukai dirinya lebih dalam. Fadli memutuskan untuk fokus pada peningkatan finansialnya dan mencari cinta yang baru. Ia bekerja keras, mengumpulkan setiap keping keberanian untuk melanjutkan hidupnya tanpa Silvia.
Hari-hari awal setelah kepergian Silvia terasa sangat sulit bagi Fadli. Ia sering kali merasakan kesepian yang mendalam, terutama di malam hari ketika kenangan tentang masa-masa bersama Silvia datang menghantui. Setiap sudut kota mengingatkannya pada kenangan mereka: taman tempat mereka sering duduk bersama, kafe kecil tempat mereka berbagi cerita, dan pantai tempat mereka menatap matahari terbenam sambil merancang mimpi-mimpi indah.
Perasaan sedih dan depresi melanda Fadli. Ia merasakan kehilangan yang begitu besar hingga membuatnya sulit untuk bangkit. Setiap pagi, Fadli harus berjuang untuk bangun dari tempat tidurnya. Tangannya gemetar saat ia mencoba menjalani aktivitas sehari-hari. Tangisannya tersembunyi di balik senyuman palsu yang ia tunjukkan di depan orang lain. Malam-malam yang panjang diisi dengan air mata dan doa, berharap bisa menemukan kedamaian dalam kesendirian.
Namun, Fadli tidak ingin terjebak dalam kesedihan. Ia mulai melawan kesepian dengan cara yang positif. Fadli bertekad untuk segera menyelesaikan Tesisnya yang sempat tertunda cukup lama karena patah hatinya itu. Fadli juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, mengikuti komunitas yang berbagi minat yang sama dan Dia juga ingin memperbaiki ibadahnya karena dia merasa mungkin semua ini, patah hati ini adalah teguran dari Allah. Mungkin Allah ingin menyadarkan hambanya untuk kembali mengingatnya, dan semua yang ada dunia ini termasuk cinta kepada sesame manusia adalah fana. Perlahan, kesepiannya berkurang dan ia menemukan kekuatan baru dalam dirinya.
Fadli sering mengikuti kajian-kajian yang diadakan di kampusnya. Kebetulan dia disana mengenal seorang Ustadz yang cukup akrab dengannya, Ustadz tersebut bernama Ustadz Faizar. Beliau adalah dosen Fadli saat dia menempuh pendidikan S1 dulu. Fadli dan Ustadz Faizar sering berdiskusi baik saat didalam kajian maupun diluar kajian. Baginya Ustadz Faizar adalah guru Spiritual yang baik, karena bukan soal tentang Agama tapi beliau juga sering memberikan nasehat kepada Fadli tentang Kehidupan. Bahkan sering kali Fadli suka curhat tentang hubungan asmaranya dulu kepada Ustadz Faizar.
Bagian 3: Langkah Baru
Suatu hari setelah mengikuti pengajian di masjid yang diadakan oleh Ustadz Faizar, Fadli dikenalkan kepada seorang perempuan bernama Syahrilla. Syahrilla adalah murid dari Ustadz Faizar. Selain menjadi dosen, Ustadz Faizar juga menjadi pengajar disalahsatu pondok pesantren di dekat rumahnya. Syahrilla dikenal sebagai seorang santri yang suka dengan dunia social dan pendidikan sama seperti Fadli, karena hal inilah Ustadz Faizar merasa bahwa Syahrilla dan Fadli itu cocok karena memiliki kesamaan sifat, hingga Ustadz berinisiatif mengenalkan mereka berdua. Ustadz Faizar juga tahu bahwa Fadli pernah patah hati, mungkin Syahrilla bisa mengobati luka dan mengisi kekosongan hati Fadli saat ini. Syahrilla adalah seorang wanita yang lembut dan penuh kasih. Melalui perkenalan yang sederhana seusai pengajian, Fadli dan Syahrilla mulai mengenal satu sama lain.
Mereka berdua memutuskan untuk menjalani proses ta'aruf, bukan pacaran. Dalam ta'aruf, mereka saling mengenal lebih dalam dengan cara yang Islami, menjaga batasan-batasan dan prinsip-prinsip agama. Selama proses ta'aruf, Fadli menemukan bahwa Syahrilla adalah sosok yang tulus dan penuh pengertian. Mereka berbicara tentang nilai-nilai kehidupan, tujuan bersama, dan mimpi-mimpi masa depan.
"Dalam ta'aruf ini, kita harus saling jujur tentang tujuan hidup dan harapan kita," kata Fadli.
Syahrilla mengangguk setuju. "Aku setuju, Fadli. Semoga Allah meridhoi niat baik kita."
Satu tahun berlalu sejak perkenalannya dengan Syahrilla, Fadli memutuskan untuk melamar Syahrilla. Fadli merasa siap dengan segalanya, dia sudah menyelesaikan pendidikan S2 nya, dan sekarang dia juga sedang membangun sebuah usaha penerbitan Buku. Secara mental dan materi Fadli sudah cukup siap untuk melanjutkan hubungannya bersama Syahrilla untuk ke jenjang yang lebih serius.
Bagian 4 : Kembalinya Sang Masa Lalu
Dua tahun telah berlalu semenjak perpisahannya dengan Fadli. Selama 2 tahun itu pula, Silvia berusaha menghubungi Fadli melalui pesan WhatsApp, Instagram, dan telepon. Namun, Fadli selalu menghindar dengan tidak membalas pesan-pesan tersebut. Silvia merasa putus asa, tetapi ia tetap bertekad untuk berbicara dengan Fadli. Fadli melakukan itu semua karena takut perasaan menyakitkan itu muncul kembali. Fadli tidak bermaksud memutus silaturahmi apalagi dengan seseorang yang dulu dekat dengannya, tapi dia harus memilih untuk terikat dengan masa lalu atau menghapus perasaan pada masa-masa itu.
Hingga suatu hari, Silvia akhirnya berhasil menemui Fadli di tempat usahanya.
"Assalamualaiku! Fadli bagaimana kabarmu? aku sudah mencoba menghubungimu berkali-kali. Kenapa kamu selalu menghindar?" tanya Silvia dengan nada penuh kesedihan.
Fadli memandang Silvia dengan tenang. "Silvia, aku menghindar karena aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri. Aku tidak bisa terus berada dalam bayang-bayang masa lalu kita."
Silvia menunduk, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku mengerti, Fadli. Maafkan aku."
"Fadli, aku... aku ingin bicara denganmu," kata Silvia dengan suara gemetar.
"Silvia? Apa yang terjadi?" tanya Fadli, terkejut melihat Silvia di depannya.
"Pernikahanku dengan pria yang dijodohkan oleh orang tuaku tidak terjadi. Dia ternyata kasar dan tak berperasaan," ungkap Silvia dengan air mata mengalir.
Dia mencurahkan panjang lebar apa yang dia lalui selama ini. Silvia menyesal telah meninggalkan Fadli, baginya Fadli adalah sosok sempurna yang telah dia sia siakan. Meskipun mendengar cerita Silvia yang menyedihkan, Fadli tetap tenang. Silvia berharap bisa memperbaiki hubungannya dengan Fadli.
"Fadli, bisakah kita mulai dari awal lagi?" pinta Silvia dengan harapan di matanya.
Fadli menghela napas panjang. "Silvia maaf!, aku sudah menemukan orang yang tepat, seseorang yang benar-benar menghargai dan mencintaiku. Maafkan aku, tapi aku tidak bisa kembali ke masa lalu yang penuh luka."
Fadli menceritakan bagaimana dia bisa bangkit dari keterpurukannya hingga menemukan sosok yang mampu mengisi kekosongannya dan mengobati lukanya selama ini. Dia juga memberikan pengertian bahwa yang lalu haruslah berlalu. Semua kisah di masa itu harus diikhlaskan.
Setelah mendengarkan semuanya dari Fadli. Silvia akhirnya mengerti dan menerima kenyataan bahwa Fadli telah melangkah maju.
"Aku mengerti, Fadli. Semoga kamu bahagia bersama Syahrilla," kata Silvia dengan suara bergetar.
"Terima kasih, Silvia. Aku berharap kamu juga menemukan kebahagiaanmu," balas Fadli dengan senyum tulus.
Kini, Fadli dan Syahrilla menjalani hidup yang penuh kebahagiaan. Mereka membangun masa depan bersama dengan cinta dan kepercayaan yang tulus. Fadli menyadari bahwa cinta sejati adalah tentang menghargai dan memahami, serta menemukan orang yang tepat untuk berbagi hidup.
- SELESAI -
By Heru AP
0 Comments
Posting Komentar