Minggu, 08 Desember 2024

Cerpen "Amira"



               Amira dikenal sebagai perempuan nakal dan seorang pendosa yang jauh dari agama, terjerat dalam kehidupan malam dan perbuatan yang jauh dari kebaikan. Setiap malam, Amira menghabiskan waktunya di tempat hiburan, berpesta hingga larut, dan terlibat dalam pergaulan bebas. Alkohol dan narkoba menjadi teman setianya, membuatnya semakin jauh dari nilai-nilai agama. Amira juga terlibat dalam hubungan yang tidak sehat, sering berganti pasangan tanpa memikirkan konsekuensinya. Sudah banyak pria yang menidurinya, seakan harga diri sudah tak lagi penting baginya. Ia mencari pelarian dari rasa sakit dan kesepian dengan cara yang salah, dia berpikir bahwa kesepian dapat terlampiaskan ketika dia melakukan hubungan tersebut. Baginya Alkohol dan Seks adalah makanan sehari-harinya. Namun nyatanya perbuatan-perbuatan ini membuatnya semakin terpuruk dan kehilangan arah dalam hidup. Semua itu hanyalah kesenangan sesaat.

               Amira dari kecil sudah kehilangan sosok Ayah yang harusnya menjadi panutannya, sedangkan ibunya sibuk bekerja sehingga dia juga kehilangan peran ibu untuk membimbingnya. Ibunya harus bekerja keras demi menghidupi Amira seorang diri. Meskipun jarang ada waktu namun Ibunya sebenarnya sangat sayang dan peduli dengan Amira, tapi keadaan harus memaksanya demi menfkahi dirinya dan Amira. Namun sepertinya Amira masih terlalu mudah untuk mengerti.

               Memasuki jenjang perkuliahan, Amira semakin jauh dari ibunya. Dia memutuskan tinggal sendiri. Inilah yang membuatnya semakin kehilangan arah. Dia ingin mencari sesuatu yang tidak pernah dia peroleh sebelumnya, yaitu hidup tanpa rasa kesepian, bertemu dengan orang banyak yang membuatnya merasa senang dan bahagia. Sayangnya dia mengambil jalan yang salah untuk memperoleh semua itu. Dia menggambil jalan kebahagiaan yang jauh dari Agama.

               Amira makin lalai dengan tugasnya sebagai mahasiswa, dia lebih tertarik dengan dunia barunya itu. Dia juga jarang untuk komunikasi dengan Ibunya, hubungan keduanya semakin renggang. Ibunya sangat khawatir dengannya, namun dia mengerti kenapa Amira seperti ini. Ibunya selalu menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjadi orangtua yang baik bagi Amira.

               Suatu hari berita pergaulan Amira yang bebas terdengar oleh ibunya. Ibunya sedih dan semakin menyalahkan dirinya atas apa yang dilakukan Amira. Seolah ini menjadi beban pikirannya akhirnya Ibunya jatuh sakit. Di tengah malam, Amira dikabari oleh tetangganya jika ibunya dirawat di rumah sakit dan dalam kondisi kritis. Amira yang saat itu berada di klub bersama teman-temannya bergegas ke Rumah sakit tempat ibunya dirawat. Dia langsung menuju kamar dimana ibunya berada. Disana sudah ada dokter yang sedang berusaha menangani ibunya. Amira langsung memeluk ibunya.

               Dokter menjelaskan bahwa selama ini ibunya mengidap penyakit Kanker Getah Bening, penyakitnya sudah sangat terlambat untuk ditangani, karena selama ini ibunya lebih memilih menyembunyikannya agar tidak menambah beban hidup Amira. Dia lebih memilih mengabaikan penyakitnya dan terus bekerja demi anak satusatunya tersebut.

Amira menangis sejadi-jadinya sambil berkata

“Ibuk! Mira minta maaf bu, maafkan semua yang telah mira lakukan kepada ibu, Amira belum bisa menjadi anak yang baik bagi Ibu. Tidak bisa membahagiakan Ibu dan justru mengecewakan ibu…”

"Amira, anakku," bisik sang ibu dengan suara lemah,

“Jangan menyalahkan dirimu sendiri atas apa yang telah terjadi, ibu lah yang salah. Tidak perna memberikan kehangatan dan peran sebagai orangtua yang baik..”

“Mira boleh kecewa dengan Ibu tapi jangan sampai kamu kecewa dengan kehidupan ini, carilah jalan agar dirimu menjadi seorang yang lebih baik, temukan Allah dalam hatimu..”

Sambil nafas yang terengah-engah, ibu Amira melanjutkan lagi kalimatnya

“Aku tahu kau bisa menjadi lebih baik. Aku selalu mencintaimu, dan aku percaya kau bisa berubah. Sekali lagi maafkan ibu ya nak!"

Itulah pesan terakhir dari ibunya, dengan kalimat syahadat ibunya pun menutup mata dengan air mata Amira yang membasahi selimut ibunya.

               Kata-kata terakhir ibunya di malam itu terus terngiang di telinga Amira. Setelah pemakaman, Amira merasa hampa dan kehilangan arah. Ia merenung di kamar ibunya, memandangi foto-foto lama masa kecilnya yang penuh kenangan. Air mata mengalir di pipinya, mengingat semua kebaikan dan cinta yang ibunya berikan. Dia sadar ternyata ibunya sangat peduli dengannya tapi Amira tak perna mengerti. Suatu malam, Amira memutuskan untuk mengunjungi masjid kecil didekat rumahnya. Ia duduk di lantai masjid yang sepi. Dia teringat pesan terakhir ibunya agar bisa menjadi orang yang lebih baik.

Dalam keheningan malam, Amira berdoa dengan tulus, memohon ampunan dan kekuatan untuk berubah.

"Ya Allah, aku telah banyak berbuat dosa. Aku ingin bertobat dan menemukan jalan yang benar. Tolong bimbing aku," bisik Amira dengan suara bergetar dan sedikit meneteskan air mata.

               Hari demi hari, Amira mulai mengubah hidupnya. Dia merubah cara berpakaiannya menjadi tertutup dan berhijab sesuai syar’i. Ia meninggalkan kehidupan malam dan mulai bekerja di sebuah panti asuhan. Di sana, ia menemukan kebahagiaan dalam membantu anak-anak yang membutuhkan. Setiap senyum dan tawa anak-anak ternyata membuatnya menemukan kembali sebuah kehangatan yang berbeda dalam hatinya. Dia tidak lagi merasa kesepian lagi.

               Perjalanan hijrah Amira tidaklah mudah. Ia menghadapi berbagai cobaan dan tantangan. Ada saat-saat di mana ia merasa ragu dan tergoda untuk kembali ke kehidupan lamanya. Teman-teman lamanya masih sering menghubungi, mengajaknya kembali ke dunia yang telah ia tinggalkan. Salah satunya adalah Rian, seorang laki-laki nakal yang selalu menggoda Amira serta mengajaknya untuk melakukan hubungan terlarang.

Sepulang dari dia panti asuhan di bertemu Rian di depan gang rumahnya dengan membawa mobil.

“ Amirah, kemana saja kamu selama ini..! selama sebulan ini kamu kok ngilang gak ada kabar! Kamu gak kangen sama aku?”

Amira terdiam dan tidak menanggapi Rian yang berbicara sambil merokok di jendela mobilnya.

“Dih! Pakaianmu sekarang juga kok gitu? Kayak teroris sekarang. Hahaha… gantilah yang seksi kayak dulu. Ayo, kita bersenang-senang lagi, aku lagi pengen nih..!” kata Rian dengan nada menggoda.

 

"Maaf, Rian. Aku sudah memutuskan untuk berubah. Tolong hargai keputusanku," jawab Amira tegas lalu dia melanjutkan langkahnya dengan cepat dan pergi meninggalkan mobil Rian. Rian dengan nada marah lalu teriak

“Halah sok alim, l*nte munafik. Nanti juga balik lagi…”

Mendengar hinaan itu, Amira menangis meneteskan air mata sambil berjalan. Dia istighfar dan berpikir mungkin ini cobaan lain untuk menguatkan hatinya.

               Selain Rian, ada juga Sinta, teman Amira yang suka mengajaknya untuk minum alkohol dan pergi clubbing. Di hari kedua setelah pertemuannya dengan Rian, Amira bertemu dengan Sinta yang kebetulan mereka berpapasan di jalan.

“Hai Amira, apa kabar, gila pakaiannya sekarang kayak ibu-ibu pengajian” kata Sinta sambil tertawa karena masih terpengaruh minuman keras yang habis dia minum sebelumnya.

"Amira, ada pesta besar malam ini. Kau harus ikut! Kita bisa minum dan bersenang-senang bareng, kita have fun lagi. Yuk gas!" ajak Sinta dengan antusias.

"Tidak, Sinta. Aku sudah meninggalkan kehidupan itu. Aku ingin hidup lebih baik sekarang, aku ingin berubah" jawab Amira dengan tegas.

Namun, perubahan Amira tidak diterima dengan baik oleh Sinta. Sinta merasa marah dan kecewa melihat Amira yang sekarang berbeda.

"Munafik! Kau berpura-pura menjadi orang baik, padahal dulu kau sama seperti kami," cemooh Sinta dengan sinis.

"kau aneh sekarang. Lihat dirimu, memakai baju tertutup seperti itu. Apa kau pikir kau lebih baik dariku? Tubuhnya sudah tidak suci jadi kau juga gak layak berlagak sok suci" tambah Sinta dengan nada mengejek. Lalu Sinta melanjutkan perjalananya, meninggalkan Amira di pinggir jalan.

               Amira hanya bisa menundukkan kepala, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia tahu bahwa perjalanan hijrahnya tidak akan mudah, dan cemoohan dari teman-teman lamanya adalah bagian dari ujian yang harus ia hadapi.

               Selain mengisi kesehariannya di dengan kegiatannya dip anti asuhan, Amira juga aktif dalam kegiatan masjid, mengikuti berbagai kajian Islam. Di masjid, Amira bertemu dengan seorang sahabat baru bernama Aisyah. Aisyah adalah perempuan yang positif, selalu optimis, dan penuh kasih sayang. Dia menjadi teman curhat Amira, orang yang selalu menguatkan hati, membimbing, mengajari, dan menasehati Amira dalam proses hijrahnya. Aisyah memang dikenal aktif sebagai aktivis dakwah disalahsatu yayasan dan organisasi islam di daerah tempat tinggal Amira

Amira bercerita banyak tentang perjalanannya dari saat dia masih berada di dunia malam hingga lika liku proses Hijrahnya yang berat.

"Amira, aku tahu hijrah bukan perkara mudah. Tapi ingat, Allah selalu bersama orang-orang yang berusaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya," kata Aisyah sambil tersenyum.

“Ada yang harus kamu pegang dalam proses perjalanan Hijrahmu ini, di dalam surat AT –Tahrim ayat 8 sudah dijelaskan

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubat nasuha). Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai..."

Jadi janji Allah itu indah bagi kita yang selalu istiqomah dalam menjalani perintahnya. Jangan pernah berputus asa dan selalu melangkah kedepan untuk menjadi orang yang lebih baik.”  Kata Aisyah sambil tersenyum memegang tangan Amira.

"Aku beruntung bisa mengenalmu, Aisyah. Dukunganmu sangat berarti bagiku,"

jawab Amira dengan tulus.

 

               Suatu hari, saat mengikuti kajian di masjid, Aisyah memperkenalkan Amira kepada adiknya, seorang pria bernama Rafi. Rafi adalah pria yang taat beribadah dan memiliki karakter yang lembut sama seperti Aisyah. Rafi memiliki karakter yang sedikit lebih kritis dengan Aisyah.

               Disetiap sela-sela waktu kegiatan di Masjid, Rafi selalu mengajak Amira untuk berdiskusi tentang pembahasan dari kajian yang mereka ikuti. Seiring berjalannya waktu topic mereka bukan lagi sebatas kajian kajian Islam tapi ke persoalan kehidupan. Rafi juga tahu masa lalu Amira dan Rafi juga berusaha menguatkan Amira untuk tetap dijalan Allah.

               Amira senang karena pertemuannya dengan Aisyah dan Rafi adalah sebuah anugerah, bagi Amira mereka seperti malaikat yang melengkapi kehidupan barunya saat ini. Selain kegiatannya di panti asuhan, keberedaan mereka berdua membuatnya tidak kesepian lagi. Jalannya untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi semakin mantap. Kebahagiaan dan kedamaian yang ia rasakan saat bersama mereka berbeda dari kebahagiaan semu yang pernah ia rasakan di masa lalu.

               Waktu terus berputar, hubungan Amira dan Rafi semakin dekat apalagi Aisyah sudah jarang lagi mengikuti kegiatan kajian karena dia baru saja menikah. Sehingga tingal Amira dan Rafi saja yang sering bertatap muka. Keduanya di dalam hati sudah memiliki ketertarikan satu sama yang lain namun Amira dan Rafi selalu menjaga kedekatan mereka agar tetap sesuai dengan ajaran agama. Meskipun sudah bukan rahasia lagi kalau mereka sama sama suka tapi mereka menghindari hubungan yang berpotensi mengarah ke zina seperti hubungan pacaran. Rafi selalu mengingatkan Amira untuk selalu berpegang teguh pada niat hijrahnya dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik walaupun hati mereka bergejolak.

               Akhirnya, Rafi melamar Amira dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama. Amira sangat senang karena pada akhirnya dia dipertemukan dengan orang yang benar-benar peduli dan menerima dia apa adanya. Rafi adalah sosok yang mampu untuk membimbingnya hidup. Tapi di sisi lain Amira sedih karena tidak ada sosok ibu yang dulu dicintai berada disisinya untuk ikut merasakan kebahagiannya sekarang ini. Amira yakin ibunya melihatnya di surge dengan bahagia bersama Ayahnya.

               Mereka melangsungkan pernikahan dan memulai kehidupan baru bersama sebagai pasangan yang halal. Bersama menuju surge dengan jalan yang di ridhoi Allah. Dengan tekad yang kuat dan hati yang penuh cinta, Amira melanjutkan hidupnya dengan penuh harapan. Ia menemukan makna sejati dalam pertobatan. Menjalani hidup yang penuh dengan kebaikan dan kasih bersama suami dan sahabatnya.



- SELESAI -

By Heru AP


0 Comments

Posting Komentar