Sejak saat itu, dia adalah perempuan terakhir yang kupercaya. Kepergiannya tidak hanya meninggalkan kekosongan dihati, tetapi juga menutup pintu harapan akan cinta yang tulus dari seorang perempuan. Saat dia pergi, segalanya pun turut berakhir. Rasa lelah dan kecewa yang mendalam merambat disetiap sudut hati, membuatku merasa bahwa menaruh harapan pada cinta yang tulus hanyalah sebuah ilusi yang melelahkan.
Bagaikan embun pagi yang menguap oleh terik matahari, harapan terhadap cinta perlahan sirna. Setiap kenangan manis yang diciptakan bersama seakan memudar dan tenggelam dalam gelombang kekecewaan. Aku tak lagi mampu melihat cinta dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Harapan-harapan akan kebahagiaan yang datang dari seorang perempuan lain kini terasa begitu jauh, hampir tak terjangkau. Rasanya seperti berjalan diatas jalan yang tak berujung, dimana setiap langkah hanya membawa kelelahan tanpa akhir.
Seperti aliran sungai yang terus mengalir tanpa henti, begitu pula kesedihan yang ada di hati. Setiap malam, bayangan wajahnya menghantui pikiran, menyisakan luka yang tak kunjung sembuh. Cinta, yang dulunya penuh warna dan keindahan, kini berubah menjadi bayangan kelam yang menyesakkan. Aku mencoba merangkai kembali hati yang telah hancur ini, namun serpihan-serpihan kenangan itu terlalu tajam, melukai setiap usaha yang kulakukan.
Dalam hening malam, seringkali aku termenung, merenungi jalan hidup yang penuh liku. Mengingat masa-masa ketika cinta masih terasa hangat dan memelukku erat, membuatku semakin merindukan ketulusan yang pernah ada. Namun, realita kembali mengingatkanku bahwa semua itu hanyalah masa lalu yang tak akan pernah terulang. Aku harus menerima, meski dengan berat hati, bahwa cinta tak selalu seindah yang kubayangkan.
0 Comments
Posting Komentar