Sepi Di Dalam Keramaian
Adi berjalan sendirian di tengah hiruk pikuk kota, dikelilingi oleh kerumunan orang yang seolah-olah tidak menyadari keberadaannya. Sepi, itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan hidupnya. Setiap hari terasa sama, penuh dengan rutinitas yang monoton tanpa ada cahaya yang bisa meneranginya. Dalam keramaian, Adi merasa sendiri dan terasing.
Tidak ada sahabat, tidak ada teman dekat. Setiap kali Adi mencoba mendekat, orang-orang sepertinya selalu menjauh. Entah itu karena sikapnya yang canggung, Introvert, atau karena nasib buruk yang selalu menempanya. Adi selalu merasa bahwa tidak ada satu pun orang yang benar-benar tulus dalam berteman dengannya. Senyuman palsu dan basa-basi menjadi makanan sehari-hari yang membuat hatinya semakin hampa.
Cinta Yang Pupus
Hingga suatu hari, hidup Adi mulai berubah ketika dia bertemu dengan seorang perempuan bernama Nita. Pertemuan mereka terjadi saat keduanya menghadiri seminar kajian Islam yang diadakan di sebuah masjid kecil di sudut kota. Baru baru ini Adi sangat suka dengan kajian kajian Islami, karena itu setiap ada acara-acara yang berhubungan Kajian Islam di dekat rumahnya dia selalu hadir. Seiring berjalannya waktu mereka berdua sering bertemu di setiap kegiatan-kegiatan tersebut. Adi dan Nita sering berdiskusi tentang semua topik yang dibahas di kajian yang mereka ikuti, kebetulan Nita adalah seorang santri yang aktif dalam kegiatan dakwah dan tergabung dalam salahsatu organisasi keagamaan.
Nita bisa dibilang seorang yang tertarik dengan Dakwah, dia sering mengajukan diri untuk berpartisipasi dan berkontribusi sebagai panitia disetiap kegiatan yang berhubungan dengan dakwah. Semakin sering Adi bertemu dengan Nita, Adi semakin merasakan sesuatu yang membuat dia tertarik dengan Nita. Sosoknya yang ramah, Ketenangannya dan cara bicaranya yang lembut, menarik perhatian Adi. Mereka sering bertukar pikiran tentang kehidupan dan agama, pembicaraan mereka selalu nyambung, tidak ada rasa canggung.
Nita adalah sosok yang sangat peduli dengan Adi. Dia seolah-olah adalah malaikat yang menemaninya dalam sepi dan menjadi cahaya yang meneranginya dalam gelap. Perhatian Nita membuat Adi merasa bahwa hidupnya mulai berwarna. Mereka sering duduk berdua di taman setelah mengikuti kajian seminar, membicarakan segala hal, dari sebelumnya berdiskusi tentang agama kini apapun bisa menjadi topic pembicaraan mereka berdua.
Enam bulan berlalu, dan selama waktu itu, Adi mulai jatuh cinta pada Nita. Setiap kali melihat senyuman Nita, hati Adi berdebar kencang. Dia yakin bahwa Nita juga memiliki perasaan yang sama, karena selama ini mereka telah banyak menghabiskan waktu bersama dan Nita selalu memberikan perhatian kepada Adi baik langsung maupun lewat percakapan WA. Dalam benaknya, Nita adalah segalanya. Dia adalah sumber kebahagiaan dan harapan yang selama ini dicari. Namun, harapan Adi hancur berkeping-keping ketika dia memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya.
Suatu sore di taman tempat mereka biasa berbincang, dengan hati yang berdebar kencang, Adi berkata,
"Nita, aku harus mengakui sesuatu. Aku mencintaimu. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu adalah cahaya dalam hidupku, dan aku ingin lebih dari sekadar teman."
Dengan sedikit canggung dan terbatah-batah karena Grogi. Adi diam untuk beberapa detik lalu melanjutkan pembicaraannya tadi.
“Disini yang aku maksud bukan sekedar teman adalah aku ingin serius dengan Nita, aku tidak ingin pacaran, tapi aku ingin melanjutkan hubungan ini dengan Ta’aruf! Bagaimana, menurut Nita?”
Nita terdiam sejenak, terlihat terkejut. Dengan mata yang penuh kejujuran dan sedikit kesedihan, dia menjawab,
"Adi, aku sangat menghargai perasaanmu. Selama ini aku hanya menganggapmu sebagai sahabat yang baik, sahabat dalam bertukar pendapat, sahabat yang selalu ada dan peduli denganku, tempatku mencurahkan hati, tidak lebih dari itu. Maaf jika selama ini aku tidak sadar telah memberikan harapan besar bagimu”
“Aku juga harus memberitahumu bahwa aku telah memiliki hubungan dengan pria lain dan kami sedang merencanakan untuk menikah."
“sekali lagi Maafkan aku Adi, bukannya aku tak menghargai kebersamaan kita selama ini, tapi aku tak bisa memaksakan perasaan ini, aku juga harus menjaga hati dari orang lain yang sudah berkomitmen denganku..”
Dengan mata yang berkaca-kaca, Nita pergi, dia mengatakan bahwa dia harus bergegas ke sebuat tempat untuk acara seminar selanjutkan. Dia harus membantu teman-teman panitia yang lain. Namun Adi tahu kalau Nita hanya alasan saja, untuk menghindari suasana yang canggung seperti ini.
Setelah mengetahui kenyataan bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan, Adi merasakan kehampaan yang dalam. Nita, yang selama ini menjadi cahaya dalam kegelapan dan malaikat yang menemaninya dalam sepi, kini mulai menjaga jarak. Nita khawatir jika terlalu dekat, Adi akan salah paham dan merasa diberi harapan palsu. Nita ingin Adi bisa melupakannya dan menemukan kebahagiaan lain selain dirinya.
Kehidupan Adi semakin suram. Hatinya hancur karena sosok yang dia dambakan perlahan menjauh pula. Hari-harinya dipenuhi dengan kesedihan dan rasa kehilangan yang sangat mendalam. Setiap kali mengingat Nita, hatinya kembali terasa sakit. Kesehariannya berubah menjadi bayangan suram dari kebahagiaan yang pernah dia rasakan.
Cobaan Karir
Rupanya, kegagalan dalam asmara ini mempengaruhi profesionalitas Adi dalam bekerja. Adi bekerja di sebuah perusahaan penerbitan buku yang bergerak di tengah tantangan industri. Namun, performa Adi mulai menurun. Dia sering tidak fokus dan kembali menjadi seorang yang pendiam, padahal beberapa bulan belakangan Adi selalu semangat dalam bekerja.
Tidak hanya masalah pribadi, Adi juga mengalami persoalan lain yaitu perusahaan tempat Adi bekerja diterpa masalah pemasukan yang menurun karena dampak pandemi COVID-19. Keuangan perusahaan semakin terjepit, dan manajemen harus mengambil keputusan sulit untuk mengurangi tenaga kerjanya. Pada akhirnya, kontrak kerja Adi tidak dilanjutkan.
Pada hari terakhirnya bekerja, Adi mengumpulkan seluruh rekan kerjanya. Dengan suara yang bergetar, dia berkata,
"Teman-teman, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk segala dukungan dan kebersamaan selama ini. Saya minta maaf atas segala kekurangan dan kesalahan saya selama bekerja di sini."
Salah satu rekan kerjanya, Nanda, berkata dengan nada sedih,
"Adi, kami akan sangat merindukanmu. Kamu adalah bagian penting dari tim ini."
Adi tersenyum pahit,
"Terima kasih, Nanda. Saya juga akan merindukan kalian semua. Terima kasih telah menjadi keluarga besar yang begitu hangat selama tiga tahun terakhir ini."
Dengan langkah berat, Adi pamit kepada rekan kerjanya satu per satu. Perasaan sedih dan kehilangan menyelimuti dirinya saat dia meninggalkan kantor untuk terakhir kalinya.
Gagal Menjadi Seorang Anak
Hari terakhirnya bekerja menjadi momen yang sangat berat. Dengan langkah berat, dia pamit kepada rekan kerjanya, meminta maaf atas segala kesalahan selama bekerja, dan berterima kasih atas kesempatan yang telah diberikan untuk menjadi bagian dari keluarga besar perusahaan selama tiga tahun.
Sepanjang perjalanan pulang naik motor, diterangi cahaya senja, Adi merasakan kesedihan yang mendalam. Sesekali dia meneteskan air mata, bertanya-tanya,
"Kenapa semua kekecewaan dan kegagalan ini harus terjadi secara bersamaan?"
Di sepanjang jalan pulang, pikiran Adi penuh dengan kebingungan tentang apa yang harus dia sampaikan kepada orang tuanya mengenai hal ini. Bagaimana dia harus memberitahu mereka bahwa dia telah kehilangan pekerjaannya? Rasa bersalah dan kekecewaan semakin menekan hatinya. Adi adalah seorang anak Tunggal, dia juga menjadi tulang punggung keluarga. Tanggung jawabnya sebagai tulang punggung keluarga harus dia penuhi tapi ditengah situasi Pandemi saat ini membuat Adi merasa pesimis untuk menemukan pekerjaan baru.
Setibanya di rumah, seperti biasanya Adi disambut oleh ibunya di depan pintu. Tanpa berkata-kata, Adi tiba-tiba memeluk ibunya dan menangis sambil berkata,
"Maaf, Bu! Ini adalah hari terakhirku bekerja..."
Ibunya memeluknya dengan erat, mencoba menguatkan hati Adi.
"Jangan sedih dan pesimis, Nak. Selalu ada jalan untuk rezeki, percayalah pada kehendak Allah," kata ibunya dengan lembut.
Namun, beban di hati Adi tidak hanya sebatas kehilangan pekerjaan. Ayahnya saat ini juga harus diisolasi mandiri karena tertular virus COVID-19 dan sedang dirawat di sebuah Rumah sakit yang tidak jauh dari rumahnya. Kondisi ini menambah beban Adi, membuatnya merasa semakin terpuruk. Dia merasa gagal dalam segala hal: dalam cinta, karir, dan bahkan dalam perannya sebagai anak yang seharusnya membahagiakan orang tuanya.
Dalam keheningan malam itu, Adi merasa benar-benar hancur. Dia bingung harus bagaimana melangkah ke depan. Di tengah segala kekecewaan dan kegagalan yang menimpanya, Adi berusaha mencari kekuatan dalam kata-kata ibunya, berharap ada cahaya di ujung terowongan gelap yang sedang dia lalui.
Setitik Cahaya Bintang di Kegelapan Malam
Setelah beberapa bulan keluar dari pekerjaannya, Adi mulai bangkit dari keterpurukannya. Dia sadar bahwa jika terus-menerus tenggelam dalam depresi, hidupnya akan semakin memburuk. Dengan motivasi yang diberikan oleh ibunya, Adi memutuskan untuk mencari pekerjaan baru meskipun sulit. Kata-kata nasehat dan motivasi dari ibunya telah memberikan semangat yang ia butuhkan untuk terus berjuang.
Perlahan-lahan, Adi juga mulai bisa melupakan dan mengikhlaskan Nita. Dia mendoakan agar Nita bahagia dengan pasangannya yang baru. Meskipun sempat merasa sedih ketika mengetahui Nita telah menikah, Adi kembali untuk mengingatkan dirinya sendiri agar tidak lagi larut dalam kesedihan. Dia harus membiarkan Nita menjalani takdirnya sendiri dan fokus pada kehidupannya sendiri saat ini.
Setelah berjuang mencari pekerjaan, Adi akhirnya menemukan pekerjaan baru sebagai seorang guru SMP. Latarnya yang dulu pernah kuliah di bidang pendidikan membuatnya merasa cocok dengan pekerjaan ini. Namun, karena penghasilannya dari menjadi guru honorer tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, Adi juga bekerja sambilan sebagai kurir. Walaupun pekerjaannya sangat melelahkan karena sepulang mengajar dia tidak langsung pulang untuk istirahat tapi melanjutkan pekerjaannya ini, berkeliling kota dengan sepeda motornya. Adi tak mau mengeluh, dia tetap bersyukur atas semua yang dia lakukan.
Menjadi guru juga memberikan Adi kesempatan untuk membuka diri kepada lingkungan sekitarnya lagi. Dia berusaha untuk tidak lagi menjadi orang yang tertutup dan terlihat suram seperti yang dikatakan teman-temannya kerjanya dulu. Dia mencoba menjadi orang yang menyenangkan bagi orang-orang disekitarnya. Adi tidak ingin terjatuh dalam depresi lagi dan kesedihannya lagi, sehingga dia meningkatkan keimanannya dengan rutin sholat, memperbaiki serta meningkatkan kualitas ibadahnya. Adi percaya bahwa semua yang telah berlalu adalah takdir dari Allah. Allah ingin kita menjadi pribadi yang lebih baik dengan memberikan segala cobaan yang sulit untuknya.
ΩَΨ₯ِΩَّ Ω َΨΉَ Ψ§ΩْΨΉُΨ³ْΨ±ِ ΩُΨ³ْΨ±ًΨ§ , Ψ₯ِΩَّ Ω َΨΉَ Ψ§ΩْΨΉُΨ³ْΨ±ِ ΩُΨ³ْΨ±ًΨ§
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5-6).
- SELESAI -
by ; Heru AP
0 Comments
Posting Komentar